Ahok Seret Jokowi Kasus Pembelian Tanah Bekas Kedutaan Inggris

Rencana Pemprov DKI Jakarta membeli tanah eks Kedubes Inggris di kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jakarta menjadi polemik. Tanah itu disebut-sebut milik pemerintah pusat. Namun, Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengungkapkan rencana itu sudah ada sejak Presiden Jokowi masih menjabat gubernur DKI.


"Itu rekomendasinya (pembelian lahan) sudah dari tahun 2015. Malah MoU pembelian dilakukan oleh Pak Jokowi ketika jadi gubernur," ujar Ahok di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, kemarin.

Menurut Ahok, rekomendasi pembelian lahan itu sudah dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dia mengatakan, tidak ada yang salah dari pembelian itu. Dia juga sudah mengantongi surat dari BPN yang menjelaskan ihwal peralihan lahan dari pemerintah pusat kepada Kerajaan Inggris. Baginya, pemberian lahan terhadap negara lain lumrah di sejumlah negara.

"Yang penting ada dari BPN, dari pemerintah pusat serahkan kepada Inggris, berarti kan punya Inggris kan. Ada surat keterangan dari BPN," jelas Ahok. "Sebetulnya dalam sistem tata negara, biasanya pemerintah kasih tanah kepada negara sahabat. Sebaiknya sana (Inggris) juga dikasih," tambahnya.

Eks bupati Belitung Timur itu heran atas pernyataan yang mengatakan lahan tersebut milik pemerintah pusat. Salah satu yang menyatakan itu adalah pengganti Ahok sementara di Balaikota yaitu Plt Gubernur DKI Sumarsono. "Makanya saya nggak tahu, saya nggak ikut ini kan. Tanya sama mereka (Sumarsono dan BPN) saja," tutupnya.

Sumarsono memastikan sebagai Plt Gubernur Jakarta tidak akan gegabah menggelontorkan uang APBD untuk pembelian tanah bekas Kedubes Inggris itu. Dia juga masih menelusuri kepastian kepemilikan tanah itu. "Yang jelas kalau status belum jelas, pemerintah tidak akan bisa eksekusi (membeli). Kalau ini memang sudah milik negara, ya kita tidak bisa beli," ujar Sumarsono di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, kemarin.

Dia mengatakan, prinsipnya, pemerintah tidak bisa membeli tanah yang sudah menjadi milik pemerintah sendiri. Kata dia, Pemprov DKI juga akan berdiskusi dengan BPN dan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan status lahan eks Kedutaan Besar Inggris. "Kami mau memperjelas status lahannya dulu," pungkasnya.

Soal tanah eks Kedubes Inggris ini bukan hanya disampaikan Sumarsono. Sebelumnya, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah lebih dahulu menyampaikan itu. Saefullah mengaku sudah menelusuri di BPN. "Jadi menurut BPN, mereka (Kedubes Inggris) harus bayar sewa karena itu dulu tanahnya pemberian pemerintah," kata Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (7/12).

Bahkan, katanya, pihak Pemprov DKI sudah berdialog dengan pihak Kedubes Inggris. Dialog itu dihadiri jajaran Kementerian Keuangan dan Kementerian Luar Negeri. Saefullah menyebut, justru pihak Kedubes mempertanyakan tidak pernahnya ada penagihan uang sewa. "Mereka justru tanya harus bayar sewa ke siapa nih karena tidak ada tagihannya," ujar Saefullah.

Sebab itu, pihaknya terus mendalami siapa sebenarnya pemilik lahan tersebut. Jika itu nantinya terbukti berstatus lahan pemerintah, Saefullah menyatakan tidak akan ada proses pembayaran sehingga uangya bisa dialihkan ke program lain. "Kalau tanah itu dapat dari pinjaman pemerintah pusat, maka sekarang kalau mereka sudah tidak perlu lagi ya harusnya dikembalikan saja," pungkasnya.

Untuk diketahui, Pemprov DKI Jakarta resmi membeli lahan eks Kedubes Inggris. Pembelian disepakati setelah Pemprov DKI Jakarta dan Kedubes Inggris menandatangani nota kesepahaman 25 Agustus 2016. "Sudah, harga jualnya di posisi Rp 479 miliar," kata Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Djafar M di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (5/9).

Menutut Djafar, Pemprov DKI Jakarta akan merampungkan pembelian lahan awal Desember. Dia menyebut Pemprov DKI sudah mengantongi surat pernyataan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN (Badan Pertanahan Nasional) bahwa lahan itu dapat dibeli. Setelah ada surat rekomendasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang, kata Djafar, akan diterbitkan surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT). Dengan demikian, status lahan sudah selesai dan dapat segera dibayar.

"Proses selanjutnya, ada di lembaran ketiga, yaitu terkait pembayaran rekognisi. Ini lagi dicek karena belum jelas maksudnya, kami konsultasi terus dengan BPN," kata Djafar. Menurut dia, banyak hambatan dalam pembelian lahan bekas Kedubes Inggris ini, salah satunya terkait sertifikat lahan tersebut. Sebab, sertifikat lahan itu diterbitkan sejak 1960, sehingga perlu dilakukan pengecekan ulang. [rmol]

0 Response to "Ahok Seret Jokowi Kasus Pembelian Tanah Bekas Kedutaan Inggris "

Posting Komentar